Perumahan Elite Bekas Karyawan Kereta Api Belanda di Medan: Antara Sejarah dan Kemerosotan
Jalan Bundaran, Medan Timur, dulunya merupakan perumahan elite untuk karyawan bengkel kereta api zaman Belanda. Kini, kawasan tersebut jauh dari kesan megah. Suasana mencekam dan sepi menyelimuti jalanan yang tak beraspal dan penuh semak belukar.
Bangunan Tua Bersejarah yang Terbengkalai
Rumah-rumah besar dua lantai bergaya kolonial Belanda terlihat kusam dan tak terawat. Beberapa bahkan sudah hancur, menyisakan dinding-dinding yang rapuh. Kondisi jalan yang buruk membuat akses kendaraan menjadi terbatas. Jalan Bundar, yang berbentuk melingkar, hanya bisa diakses melalui Jalan Pertahanan dan Jalan Bengkel/Jalan Lampu.
Rumput dan pohon liar tumbuh subur di sekitar rumah-rumah tersebut, menambah kesan angker pada kawasan ini. Selain rumah-rumah besar, terdapat pula rumah-rumah kecil yang membentuk kompleks perumahan yang nampak sudah tua dan usang. Satu-satunya bangunan yang masih terawat adalah Mes Bundar milik PT KAI, terletak di antara Jalan Bundar dan Jalan Bengkel.
Menara air besar yang dulunya digunakan untuk perumahan karyawan kini ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Wali Kota Medan, Bobby Nasution. Menurut Yusuf, warga sekitar yang telah tinggal selama 40 tahun, banyak rumah telah ambruk karena lapuk. Ia tak dapat memastikan jumlah pasti rumah peninggalan kolonial Belanda di area tersebut.
Sejarah Perumahan dan Perkembangan Kota Medan
Sejarawan USU, M. Azis Rizky Lubis, menjelaskan bahwa perumahan elit ini dibangun untuk karyawan bengkel kereta api, yang disebut *werkplaats*, yang dibangun pada tahun 1919. Pembangunannya tidak bersamaan dengan pembentukan Deli Spoorweg Matschappij pada tahun 1886.
Kompleks perumahan ini juga difungsikan untuk menampung rombongan sekolah perkeretaapian yang berkunjung ke bengkel. Lokasinya yang dekat dengan perkebunan Helvetia juga menjadikannya kawasan elit yang dihuni orang-orang Eropa. Saat pendudukan Jepang, kawasan ini menjadi tempat pengungsian warga Eropa karena dekat dengan pelabuhan Belawan.
Stasiun Pulo Brayan belum ada saat pembangunan rel kereta api Medan-Labuhan pada 1886. Hanya terdapat halte sederhana. Saat ini, bengkel kereta api tersebut masih beroperasi dengan nama Balai Yasa KAI Pulubrayan. Kawasan ini menyimpan sejarah penting perkembangan perkeretaapian dan permukiman di Medan. Kondisi kawasan tersebut kini menjadi cerminan pergeseran zaman dan perlu mendapat perhatian pelestarian.