Warga, tour operator (TO), dan pelaku usaha di sekitar Gunung Rinjani menggelar demonstrasi di Kantor Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Mereka menuntut penambahan kuota pendaki.
Aksi ini dipicu oleh kebijakan baru yang membatasi kuota pendakian di jalur Desa Senaru, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Kuota Pendakian yang Terbatas Memicu Protes
Ketua Asosiasi Tour Operator Senaru (ATOS), Munawir, menjelaskan bahwa sebelumnya kuota TO di Kecamatan Senaru mencapai 240 pendaki per hari.
Rinciannya, 60% untuk wisatawan mancanegara dan 40% untuk wisatawan domestik. Namun, kebijakan baru membatasi kuota menjadi hanya 150 orang per hari.
Munawir menilai kebijakan ini merugikan masyarakat lokal, TO, dan pelaku pariwisata di sekitar Gunung Rinjani, khususnya di Desa Senaru.
Ia pun meminta Kepala Balai TNGR yang baru untuk mengevaluasi kebijakan pembatasan kuota pendakian ini.
Dampak Terhadap Ekonomi Lokal
Pembatasan kuota dinilai sangat berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat sekitar. Para pelaku usaha wisata merasa pendapatan mereka terdampak secara signifikan.
Hal ini menyebabkan kekhawatiran akan dampak ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat di Desa Senaru dan sekitarnya.
Peran Masyarakat Adat
Ikrana, Pemangku Adat Sasak Desa Bayan, turut mengecam kebijakan tersebut. Ia khawatir pembatasan kuota akan mengancam eksistensi masyarakat adat Desa Bayan.
Ikrana menekankan pentingnya pelibatan masyarakat adat dalam pengelolaan Gunung Rinjani, mengingat banyaknya ritual adat yang dilakukan di gunung tersebut.
Ia meminta agar Balai TNGR memperhatikan aspek budaya dan ritual adat masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan Gunung Rinjani.
Tanggapan Kepala Balai TNGR
Kepala Balai TNGR, Yarman, menyatakan bahwa pihaknya selalu terbuka terhadap aspirasi masyarakat sekitar Gunung Rinjani.
Ia menjelaskan bahwa penambahan kuota pendakian tidak bisa dilakukan secara sembarangan, mengingat pentingnya aspek konservasi.
Penambahan kuota harus berdasarkan kajian ilmiah untuk memastikan daya dukung dan daya tampung kawasan tetap terjaga.
Kajian Ilmiah sebagai Dasar Pengambilan Keputusan
Yarman menegaskan bahwa Gunung Rinjani adalah kawasan konservasi, sehingga pengelolaannya tidak hanya berfokus pada pariwisata.
Ia menekankan perlunya kajian ilmiah yang komprehensif untuk memastikan penambahan kuota tidak mengancam kelestarian lingkungan.
Hasil kajian tersebut akan menjadi dasar bagi Balai TNGR dalam mengambil keputusan terkait penambahan kuota pendakian.
Solusi untuk Pariwisata Berkelanjutan
Yarman menyarankan TO untuk tidak menjual paket pendakian dengan harga murah dan menghindari penjualan dadakan.
Dengan demikian, diharapkan pendakian ke Gunung Rinjani dapat terkelola dengan baik dan berkelanjutan.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga kualitas wisata Gunung Rinjani, bukan hanya kuantitasnya, sesuai arahan Gubernur NTB.
Demo ini menjadi sorotan penting, memaksa pihak Balai TNGR untuk menyeimbangkan antara kepentingan pariwisata dan konservasi Gunung Rinjani. Ke depan, diharapkan tercipta solusi yang berkelanjutan, memperhatikan aspek ekonomi lokal dan kelestarian lingkungan.