Pasuruan_Lumbung-berita.com
Tak pernah terbayangkan dalam benak warga Purwosari, Kabupaten Pasuruan ini memiliki karyawan dan mitra kerja sampai puluhan orang. Bahkan berkat pekerjaannya sekarang, ia berkesempatan mencicipi ke luar negeri.
Namanya Eddy Santoso. Penganyam rotan yang sukses mengekspor barangnya hingga luar negeri. Saat Lumbung Berita bertandang ke rumahnya, ia sedang santai selepas menganyam rotan.
Tempat ia bekerja berada di belakang rumahnya, di Desa Cendono. Belakang rumah yang berukuran sekitar 60 meter persegi itu ia sulap menjadi dapur barang kerajinan rotan.
Hasil beberapa anyaman juga tampak sudah siap ia setorkan. Mulai dari vas bunga, keranjang sampah, sampai kursi digarap dengan rapi dan presisi. Semua barang itu pesanan dari konsumen mancanegara.
Eddy, begitu ia dipanggil, merintis usaha penganyaman rotan sejak 2006 silam. Jangan dibayangkan ia punya skill mengayam tingkat master. Modal dia hanya bonek. Bondo nekat.
Semua berawal dari bangkrutnya usaha dia pada 2005. Saat itu ia punya 21 dumptruk. Armada tersebut ia pekerjakan di proyek pembangunan tol.
Nasibnya kurang mujur. Pembayaran yang harusnya ia terima malah raib. Utangnya menumpuk. Terpaksa ia harus melego semua armadanya. Itu pun belum cukup. Sawah yang ia punya, ikut terjual.
“Ya mau bagaimana lagi. Saya enggak kebayar saat ikut Tol. Daripada punya utang, saya jual semua armada dan sawah saya,” kenangnya.
Tak punya penghasilan, pria berusia 52 tahun ini bekerja seadanya. Hingga ia bertemu dengan teman yang menawari pekerjaan menganyam rotan.
“Pikir saya daripada saya nganggur. Mending dicoba dulu saja. Siapa tahu jodoh,” ujar warga asli Desa Cendono tersebut.
Awal menganyam tak berlangsung mulus. Bahan baku rotan sebesar 50 kg ia bawa ke rumah. Ia kerjakan dari rumah. Hasil yang ia terima masih jauh dari kata layak.
“Saya dapat Rp150 ribu sebulan. Istri saya sampai sambat, ‘mana cukup yang segitu buat hidup’,” tuturnya sambil menirukan ucapan istrinya.
Eddy tak patah semangat. Intuisi nya mengatakan usaha rotannya pasti menghasilkan. Ia selanjutnya lebih memilih menekuni menganyam rotan.
Gayung bersambut. Perusahaan bagian ekspor yang memesan rotan padanya, mengunjunginya. Kesempatan itu tak disia-siakan Eddy. Ia meminta pinjaman modal untuk membesarkan usahanya.
“Setelah dapat pinjaman modal. Saya malah dimaki-maki. Pengiriman barang sering telat. Ya namanya juga belajar. Diterima saja semua makian itu,” ungkapnya.
Makian tak memudarkan semangatnya. Perlahan dia mulai terbiasa dengan target waktu yang diberikan perusahaan. Ketekunan itu pun membuahkan hasil. Pinjaman modal yang ia terima lambat laun mulai naik.
Rotan yang ia kerjakan juga makin menumpuk. Ia lalu memutar otak. Ia pekerjakan orang-orang di sekitar rumahnya. Ia berikan pelatihan mengayam kepada seluruh karyawannya.
Kali ini nasibnya mujur. Banyak warga sekitar yang tertarik menjadi karyawan. Hingga kini, pria keturunan Bojonegoro itu punya 20 karyawan yang setiap hari bekerja padanya.
“Seluruh orang yang bekerja dengan saya, saya beri ilmu menganyam. Saya bimbing sampai bisa. Hasil anyaman juga saya kontrol ketat. Karena orang luar negeri mintanya perfect,” bebernya.
Karena permintaan dengan kualitas yang begitu tinggi itu lah, kakek satu cucu ini sampai pergi ke luar negeri. Ceritanya kursi yang dikirim ke Inggris ada kerusakan pemakaian.
Nah, konsumen di sana enggan mereparasi kursi kalau bukan si pembuat sendiri yang datang. Jadilah Eddy beserta dua karyawannya terbang ke Negeri yang dipimpin Ratu Elisabeth tersebut.
“Cuma sebentar. Habis reparasi ya kembali lagi ke Indonesia. Tapi lumayan bisa ke luar negeri. Seumur-umur enggak pernah terbayangkan menginjak negara orang, hehe,” ujarnya terkekeh.
Meski begitu, pria berkumis tebal ini tak mau berhenti. Usahanya ia kembangkan. Mitra dari dalam dan luar kota ia ajak bekerja sama. Tercatat, mitranya tersebar sampai Yogyakarta dan Cirebon.
“Yang di Yogyakarta ada dua tempat. Yang di Mojokerto ada tiga tempat. Semua binaan saya. Ada juga yang tinggal saya monitor saja, karena sudah punya dasar mengayam rotan,” terangnya.
Sampai sekarang, pria berpenampilan sederhana ini masih membutuhkan mitra kerja. Target yang diberikan kepadanya kian hari kian tinggi. Tak hanya rotan yang ia kerjakan, tapi juga merambah bambu dan gedebok.
Untuk urursan bahan baku rotan, Eddy tak ada soal. Semua tercukupi dari Kalimantan. Lain halnya dengan bambu dan gedebok. Terkadang ia masih menemui kesulitan bahan baku.
“Dengan tangan terbuka saya akan terima siapa saja yang mau bermitra dengan saya. Yang punya bambu ataupun gedebok, saya juga siap menerima,” cetusnya.
Rintisan usaha lebih dari satu dekade tersebut membuat perekonomian nya makin baik. Dari awal yang hanya mengantongi Rp150 ribu, sekarang ia memiliki omzet ratusan juta hingga miliaran rupiah.
“Alhamdulillah selama ada niat, Allah pasti membuka jalan. Omzet saya perkontainer 600 juta sampai 1 miliar lebih. Perhari saya ditarget dua kontainer,” tukasnya.
Ya, Bapak dua anak ini benar. Ada niat pasti ada jalan. Eddy telah membuktikan slogan “from zero to hero”. Dari kebangkrutan dan tak punya apa-apa menjelma menjadi sosok yang banyak mengaryakan masyarakat.
Jurnalis: Indra