Pasuruan_Lumbung-berita.com
Makna Idul Fitri rupanya juga bisa dijabarkan dalam perspektif budaya. Penjabaran ini dikupas tuntas dalam momen Arisan Budaya Forum Pamong Kebudayaan (FPK) Jatim di rumah Budaya Saraswati, Prigen, Kabupaten Pasuruan, Minggu (22/05/2022).
Menurut Ketua FPK Jatim, Ki Bagong Sabdo Sinukarto, Idul Fitri diibaratkan lahirnya manusia. Setiap manusia yang lahir dikodratkan fitri atau dengan kata lain, suci.
Lebih jauh budayawan yang jago nyanyi keroncong ini menjabarkan, Idul Fitri juga tak bisa dilepaskan dari proses-proses sebelumnya.
“Idul Fitri masih ada kaitannya dengan ritual sebelumnya dalam kurun waktu 1 tahun. Dimulai sejak bulan pertama penanggalan Jawa, yakni bulan Suro,” terangnya.
Dikatakan Ki Bagong, bulan Suro digambarkan sebagai ritual pembuatan bubur Suro. Ritual ini lazim dilakukan saat kondisi bayi dalam usia 1 bulan di dalam kandungan. Lalu dilanjut dengan bulan kedua, yakni Sapar (pembuatan bubur Sapar).
“Yakni dengan membuat Jenang (bubur) Sapar dan Selamatan Buah di bulan Maulud. Ini sebagai lambang ibu sedang ngidam dengan keinginan makan buah,” tuturnya.
Di bulan ketujuh, lanjutnya, ada kemungkinan bayi akan lahir, maka diadakan Ritual Tingkepan. Namun, di bulan berikutnya, justru bayi akan disebut prematur bila lahir di bulan kedelapan.
Selanjutnya puasa atau megengan. Ki Bagong menjelaskan dalam bulan ini, sang ibu digambarkan sedang “megeng” atau sedang menahan nafas karena menunggu detik-detik kelahiran si jabang bayi.
“Kemudian manusia akan lahir di bulan kesembilan-hari kesepuluh, dalam keadaan Fitri setelah dilakukan Puasa atau Megengan,” bebernya.
Keseluruhan ritual tersebut, bila dipetik nilainya, sambung Ki Bagong, maka akan bermuara pada kepada orang tua. Secara khusus, ia melambangkan ritual demi ritual itu sebagai penghormatan kepada sang ibu.
“Ritual-ritual itu sebagai lambang penghormatan kita kepada kedua orang tua, khususnya ibu. Karena ibu lah yang berjuang bertaruh nyawa dalam proses kehamilan serta kelahiran kita di dunia,” pungkasnya.
Kegiatan Arisan Budaya kali ini diawali dengan gelar seni Macapat mengambil naskah Serat Wulangreh dan Serat Wedatama yang dilantunkan oleh Sanggar Gladi Macapat Kanyuran dibawah asuhan Ki Agung.
Jurnalis: Indra