Pasuruan_Lumbung-berita.com
Sebagai tempat berhuninya satwa liar, hutan kawasan Perhutani tentu menjadi salah satu incaran para pemerhati satwa. Tak sedikit yang ingin mengabadikan momen satwa-satwa tersebut.
Bagi yang belum tahu, ternyata eksploitasi momen satwa di area Perhutani tak dipungut biaya sepeserpun. Asalkan tidak mengganggu dan merusak hutan.
Hal ini ditegaskan oleh Administratur Perhutani KPH Pasuruan, Agus Ahmad Fadholi saat ditemui di sela-sela tanam pohon di Dayurejo, Prigen, Rabu (21/12/2022).
“Kami terbuka dengan pihak manapun. Asalkan sepanjang tidak mengganggu dan merusak hutan,” tutur pria berpanggilan Agus tersebut.
Bila dibandingkan dengan hutan berstatus konservasi, hutan di Perhutani lebih longgar. Sejumlah aturan, semisal biaya masuk dan surat izin, tidak diterapkan di sini. Fotografer bisa mengabadikan satwa sepuas-puasnya.
“Kami berbeda dengan hutan konservasi seperti Tahura (Taman Hutan Raya) R. Soerjo. Kami tidak ada biaya masuk seperti itu. Jadi monggo kalau mau foto-foto,” terangnya.
Hal ini, lanjutnya, dikarenakan hutan kawasan Perum Perhutani memiliki tiga fungsi: Ekonomi, Ekologi, dan Sosial. Perhutani lebih fokus pada hutan produksi dan pemanfaatan untuk masyarakat.
“Kalau sekadar menikmati wisatanya, itu memang sedang kami gencarkan bersama komunitas, LMDH, koperasi, atau siapapun. Termasuk Bird Watcher (pengamat burung),” paparnya.
Meski begitu, para pemerhati satwa wajib tahu batas-batas hutan Perhutani dengan hutan lainnya. Secara kasat mata, sambung Agus, sulit dibedakan. Hanya ada patok pembatas. Untuk detailnya, ia mempersilakan melihat di kantornya.
“Kalau secara mata telanjang, agak susah melihat batas hutan kami, karena cuma ada patok batas saja. Kalau mau lebih jelasnya, bisa berkunjung ke kantor kami, untuk melihat peta khususnya,” tandasnya.
Sementara itu, dihubungi terpisah pada kemarin malam (22/12/2022), salah satu pemerhati satwa asal Prigen, Heru Cahyono menanggapi positif kelonggaran aturan di Perhutani.
Ia menegaskan, dalam hal ragam satwa, hutan Perhutani sejatinya tidak kalah dengan hutan konservasi lainnya. Beberapa kali ia menemukan keberadaan satwa yang tergolong dilindungi.
“Pernah di Malang saya ketemu Macan Tutul Jawa. Itu di lahan Perhutani,” tutur pria yang langganan menang kontes foto satwa tersebut.
Namun, lanjutnya, kelonggaran itu juga punya sisi negatif. Siapapun bisa masuk area Perhutani. Termasuk kawanan pemburu. Ironisnya, kawanan ini lah yang turut andil membuat satwa berkurang.
“Kami mengerti. Karena pihak Perhutani fokusnya pada hutan atau pohon itu sendiri. Jadi keberadaan satwanya, kurang termonitor,” bebernya.
Padahal, sambungnya, keberadaan satwa-satwa tersebut bisa jadi sumber pemasukan baru. Perhutani, sebutnya, berpotensi menciptakan wana wisata khusus pemerhati satwa.
“Tak menutup kemungkinan bisa dikomersilkan. Asal satwanya terjaga, jalur tracking-nya juga jelas, saya rasa fotografer dan pemerhati satwa pasti tertarik,” pungkasnya.
Jurnalis: Indra