Malang_Lumbung-berita.com
Gemilangnya prestasi atlet bulu tangkis tidak dirasakan pengrajin Shutlecock (Alat bulu tangkis). Pasalnya, harga bulu angsa meroket dan tidak ada respon dari pemerintah.
Seolah memanfaatkan keadaan adanya Pandemi Covid-19, oknum investor mempermainkan harga bulu angsa.
Salah satu pengrajin Shutlecock, Andik, mengeluhkan kenaikan harga bulu angsa yang menurutnya tidak masuk akal.
“Ya mas, kita sebagai pelaku UKM produsen shutlecock bulu tangkis hanya bisa pasrah, dengan kenaikan harga yang naik 200-300 ribu tiap bulannya,” keluh pria berdomisili di Kelurahan Candirenggo, Singosari.
Pemilik merk Shutlecock Ekstrem ini menambahkan, belum lagi aturan pembelian sistem paket, 1 paket terdiri dari 5 dus bulu dan 1 dus gabus. Sekarang kita harus siap dana +/- 40-45 juta sekali ambil bahan yang dulunya kita bisa beli ecer sesuai kemampuan.
“Sampai saat ini belum kita rasakan adanya peran serta stakeholder baik dari pemerintah ataupun kementrian koperasi dan ukm. Sistem monopoli bahan juga masih kental di bisnis ini oleh beberapa oknum importir bulu,” urai pria berkulit bersih.
Sayang sekali kalau sampai gulung tikar para pelaku UKM produsen shutlecock bulutangkis ini, usaha ini sangat banyak menyerap tenaga kerja. Untuk yang kecil saja perlu 5-6 karyawan, sedangkan yang sedang sampai besar bisa 15-20 karyawan bahkan lebih. Jumlah tersebut dikalikan puluhan UKM produsen shutlecock bulutangkis yg tersebar di malang raya saja, belum dikota lain seperti tegal, nganjuk, solo dll,” tutup Andik.
Pengrajin Shutlecock berharap kepada Pemerintah dan Stakeholder juga Kementrian serta Koperasi, agar memperhatikan keluhan pengrajin Shutlecock.
“Kalau sampai pengrajin Shutlecock bangkrut, otomatis para atlet dan lainnya membeli Shutlecock dari luar negeri. Terus peran pemerintah dimana.?,” tanya pengrajin Shutlecock lainnya.
Jurnalis : Lum.