Kehadiran Jokowi di Sidang Tom Lembong: Keadilan dan Tata Kelola Pemerintahan

Kehadiran Jokowi di Sidang Tom Lembong: Keadilan dan Tata Kelola Pemerintahan
Sumber: CNNIndonesia.com

Ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Wiryawan Chandra, berpendapat bahwa Presiden Joko Widodo seharusnya dihadirkan dalam sidang kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong. Pendapat ini disampaikan Wiryawan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Senin (23/6).

Wiryawan berargumen bahwa keterangan Jokowi sangat penting untuk menilai apakah ada perintah dari Presiden terkait pemenuhan stok gula pada tahun 2015-2016. Hal ini diangkat setelah penasihat hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, menanyakan dalam persidangan mengenai adanya arahan dari Presiden untuk membantu proses pemenuhan stok gula. Pertanyaan kunci yang diajukan adalah: “Apakah menteri bisa melawan perintah presiden?”.

Bacaan Lainnya

Zaid menekankan periode waktu yang dimaksud adalah tahun 2015-2016, saat Jokowi menjabat sebagai Presiden. Wiryawan merespon dengan menekankan pentingnya menghadirkan Jokowi untuk memberikan klarifikasi mengenai arahan tersebut. Kehadiran Jokowi dianggap krusial untuk menjelaskan duduk perkara dan memastikan objektivitas persidangan.

Wiryawan menjelaskan bahwa jika memang ada arahan presiden dan menteri melaksanakannya, maka seharusnya ada bukti tertulis, misalnya nota dinas. Namun, jika tidak ada bukti tertulis, maka kehadiran Jokowi di persidangan menjadi sangat penting untuk memberikan keterangan langsung dan memastikan kejelasan pertanggungjawaban.

Lebih lanjut, Wiryawan membahas tanggung jawab Presiden dalam kasus ini. Ia berpendapat bahwa Presiden tidak bisa lepas dari tanggung jawab atas penugasan yang diberikan kepada menterinya. Ia menekankan bahwa Presiden sebagai kepala pemerintahan bertanggung jawab atas setiap tindakan dan perintah yang dikeluarkan. Pertanyaan yang muncul adalah jika tujuan tercapai (stok gula terpenuhi, harga turun), siapa yang bertanggung jawab jika kemudian hal tersebut dipersoalkan secara hukum?

Wiryawan menjelaskan bahwa dalam konteks ini, Presiden tetap bertanggung jawab sebagai kepala pemerintahan. Ia menegaskan bahwa seorang pejabat, terutama seorang pemimpin pemerintahan, bertanggung jawab atas setiap tindakan dan perintah yang dilakukannya. Menteri, dalam hal ini, dianggap sebagai penanggung jawab sekunder, sementara Presiden sebagai penanggung jawab primer.

Menanggapi pertanyaan terkait kriminalisasi menteri yang telah melaksanakan perintah Presiden dan berhasil mencapai tujuannya, Wiryawan menjelaskan bahwa dalam hukum administrasi negara, seseorang yang melaksanakan perintah tidak bertanggung jawab secara mandiri. Pertanggungjawaban utama tetap berada pada pemberi perintah, yaitu Presiden. Penerima perintah hanya bertanggung jawab secara sekunder.

Wiryawan kembali menegaskan bahwa untuk kejelasan dan objektivitas, pemberi perintah (Presiden) sebaiknya dihadirkan dalam persidangan. Hal ini penting mengingat Jokowi belum pernah diperiksa di tahap penyidikan dan keterangannya tidak termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Sebagai informasi tambahan, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp515 miliar, bagian dari total kerugian Rp578 miliar dalam kasus dugaan korupsi impor gula. Ia didakwa menyetujui impor gula tanpa melalui rapat koordinasi dengan lembaga terkait dan didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kesimpulannya, perdebatan dalam persidangan ini berpusat pada pembagian tanggung jawab antara Presiden dan Menteri dalam kebijakan impor gula. Kehadiran Presiden dianggap penting untuk memberikan kejelasan dan objektivitas terkait arahan dan perintah yang diberikan, serta untuk memastikan pertanggungjawaban yang adil dan transparan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *